Aku adalah seorang mahasiswa jurusan sastra disebuah perguruan tinggi di bandung. Aku orangnya pemalas, makanya dari itu aku jarang menulis sesuatu, padahal aku berada di jurusan sastra yang harusnya rajin dalam menulis. Oh, iya perkenalkan namaku Chairil Anwar. Aku tahu orang tuaku memberi nama tersebut agar aku menjadi seorang sastrawan seperti Om Chairil Anwar. Aku suka menyebut seseorang yang tak kukenal dengan sebutan om dan tante agar terjalin keakraban. Aku memiliki keahlian dalam bidang mengarang, tetapi sayangnya aku malas dalam menulis. Jadi setiap aku menulis sebuah cerita pasti akan kandas di tengah jalan. Namun, di suatu hari aku menemukan lagi semangatku, ketika aku bertemu dengan seseorang yang memiliki sebuah rasa perjuangan yang tinggi. Tak kenal lelah dalam menghadapi kekurangan yang ia miliki. Hal ini memotivasiku untuk terus berjuang dalam menghadapi kemalasanku.
Aku bertemu dengannya di sebuah perpustakaan kota, waktu itu aku pergi kesana karena dosenku memberi sebuah tugas untuk menulis sebuah resensi buku tebal yang harus memiliki tebal 10 cm. Dalam hatiku merasa jengkel dengan tugas itu, apalagi kalau membaca mataku suka ngantuk. Saat aku sudah menemukan buku tebal itu, aku pun langsung duduk di meja yang telah disediakan di perpustakaan itu tepatnya di tengah - tengah lokasi perpustakaan itu.
Di depanku ada seseorang pemuda yang membaca sebuah buku yang sangat tebal, dalam hati aku bicara, "orang ini pasti gemar membaca, sampai buku setebal itu ia baca dengan sungguh-sungguh. Namun, yang membuatku bingung adalah ia membaca dengan menggunakan kaca mata hitam, mungkin orang ini sedang terkena penyakit mata.Karena penasaran dengan apa yang dibaca oleh orang berkaca mata itu, aku pun berpura-pura lewat di belakangnya. Aku terkejut, ketika melihat dalam buku tersebut tidak ada tulisan sama sekali, hanya lembaran-lembaran kosong tanpa ada tinta yang menggoresnya. Aku pun mulai tahu, bahwa buku ini bertuliskan huruf braile yang dikhususkan bagi mereka yang memiliki kebutaan. Dalam hati, aku merasa iba terhadap keadaan pria itu. Namun, apa mau dikata takdir Tuhan telah berbicara. Aku pun berlanjut menuju ke tempat peminjaman buku, seperti biasa aku harus menunjukkan kartu keanggotaanku kepada Faris yang menjadi penjaga perpustakaan disana. Tiba-tiba orang buta itu lewat dibelakangku dan faris pun menyapanya, " Kak Rasyid udah selesai bacanya?"
"Sudah, bila ada buku yang lain tolong beritahu aku ya".
Aku merasa kagum terhadapnya, dengan kekurangan itu, tidak menghalanginya untuk bersemangat mendapatkan ilmu yang bermanfaat dari buku-buku yang ia baca. Aku pun mencoba untuk mengikutinya dari belakang, aku ingin tahu bagaimana kehidupan dari orang yang bernama Rasyid ini. Dari penampilan, ia terlihat necis dengan hem dan celana panjang hitam yang ia pakai, apalagi kaca mata hitam itu menambahkan kenecisannya. Tongkat panjang yang hampir mirip dengan tongkat yang dipunyai oleh Bung Karno turut menghiasi model pakaiannya. Ia berjalan menyusuri terotoar seperti pejalan kaki biasa, tanpa menabrak ataupun mengenai sesuatu. Aku yakin orang ini memiliki sebuah keahlian yang tinggi. Mungkin mata batinnya telah terbuka( mungkin lho, ini masih fifty fifty). Hingga sampai disuatu perempatan jalan, ia ingin menyeberang, dengan cepat aku ingin membantunya, namun apa yang terjadi?
(bersambung)
silahkan berikan argumen anda dikolom komentar..
hehe
menuju ke "MEMBUKA HATI PART 2"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Great people with great advise